31 July 2018

Tentang IBU

Ibu... kata yang singkat tapi mengandung makna luas yang apabila diuraikan akan tersaji kisah yang sangat panjang tentang pengorbanan, penderitaan, kasih sayang, kelembutan, kebijaksanaan dan masih banyak lagi sifat-sifat baik yang tak mungkin untuk di bahasakan di tulisan ini...

Seseorang yang diamanahkan oleh Allah tugas untuk mengurus kita dari titik Nol hingga ke derajat yang dimana kita mampu untuk berdiri sendiri...

Titik yang diawali dengan kegembiraan tentang berita kehadiran seorang bayi yang harus dihiasi dengan  penderitaan selama 9 bulan....
Sensitif terhadap bau, makanan yang harus di seleksi yang di ikuti oleh muntahan yang keluar dari perutmu, sehingga makanan yang masuk bukannya mengenyangkan tapi malah menguras semua isi perutnya sehingga wajahnya tampak pucat pasi,letih,terpuruk,pasrah  serta turunnya berat badan yang terkadang ..ia tak nampak lagi seperti manusia tapi seperti tengkorak berjalan dengan beban berat di perutnya selama 9 bulan..itulah ibu !

Meregang nyawa antara hidup dan mati, antara rasa sakit dan bahagia menanti kehadiran bayinya....
Padahal bayi itulah yang membuatnya menderita selama 9 bulan..Tapi Allah masukkan rasa kasih sayang kedalam hatinya..Allah hilangkan semua kesusahannya selama ini..hanya dengan menatap dan mengendong bayinya..itulah ibu !

Tak ada dendam dalam hatinya kepada bayi yang menyusahkannya selama 9 bulan... Tapi terlahirnya sang bayi seakan berkata selamat datang penderitaan sesi kedua untukmu wahai ibu...!
Akan ada lagi masa 13 tahun untukmu wahai ibu...masa di mana kau harus berjuang sampai titik kesabaranmu...bahkan terkadang melampaui batas limit kesabaranmu...untuk anakmu.

Ingatlah wajah ibumu...bayangkan bagaimana penderitaannya untukmu, kesusahannya untukmu, kearifannya untukmu dan kesabarannya untukmu... sampai kau berdiri dihadapannya dengan angkuh...tanpa menghiraukan raut wajahnya yang mulai keriput..

Tak ada belaian untukmu wahai ibu.. tak ada belaian seperti engkau membelai aku waktu bayi dulu..
Tak ada kecupan kasih sayang untukmu wahai ibu..tak ada kecupan seperti engkau mengecup kening kami anakmu..
Tak ada kasih sayang untukmu wahai ibu..tak ada kasih sayang seperti kasih sayangmu kepadaku...
Tak ada doa untukmu wahai ibu..tak ada doa seperti doa-doamu kepada kami dahulu...
Tak ada waktu untukmu wahai ibu..tak ada waktu seperti waktu yang kau berikan kepada kami..
Engkau telah terlupakan wahai ibu...!

Yang ada hanya perempuan tua yang terkadang menjadi pembantu di rumah anakmu sendiri..
bahkan tak jarang kau pun di bentak, disalahkan bahkan disepelekan...oleh kami anakmu sendiri...

Tapi kau tetap mendoakan kami walau dengan hati yang hancur  berkeping-keping disertai tetesan air matamu...
Tapi tatkala engkau mendengar kami sakit..engkaulah yang pertama datang kepada kami..dengan senyumanmu..
Tapi tak ada sedikitpun dendam dalam hatimu..wahai ibu!
itulah ibu....

Semoga kami bisa bersimpuh dihadapanmu wahai ibu..bersimpuh  dengan penuh penghormatan kepadamu..
Semoga kami bisa menyenangkanmu wahai ibu...walaupun itu tak mampu membalas kasih sayangmu..
Semoga kami bisa membuatmu tersenyum wahai ibu.. senyum kebahagian di raut wajahmu yang telah menua...

Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari).

Mengenai kisah Uwais Al Qorni yang sampai-sampai sahabat Nabi sekelas Umar bin Khathab radhiallahu’anhu dan yang lainnya dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk menemui Uwais. Hal ini disebabkan begitu hebatnya baktinya kepada ibunya. Nabi bersabda:“sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian” (HR. Muslim)

"Dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung, إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ 
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud, Baihaqi, Al Hakim). 

“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat” (HR. Ibnu Majah, shahih dengan syawahid-nya).

“Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Aku pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas menjawab: apakah ibumu masih hidup? Lelaki tadi menjawab: Tidak, sudah meninggal. Lalu Ibnu Abbas mengatakan: kalau begitu bertaubatlah kepada Allah dan dekatkanlah diri kepadaNya sedekat-dekatnya. Lalu lelaki itu pergi. Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: kenapa anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak? Ibnu Abbas menjawab: aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain birrul walidain” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya shahih). 

Wallahu A'lam.

No comments: