05 September 2018

Tersenyumlah dengan Hatimu, dan kau akan mengetahui betapa dahsyat dampak yang ditimbulkan oleh senyummu

Kisah ini di kirim oleh Mahasiswa asal Indonesia yang bemukim di Jerman, demikian layak untuk dibaca dan direnungkan.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.


Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling". Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tersebut, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada disekitar kampus.


Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong. Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian. Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya, berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!


Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa

sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu. Ia menyapa "Good day" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk
membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya.

Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba-tiba saja sudah sampai didepan counter. Ketika wanita muda di

counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."

Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.


Tiba-tiba saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu-tamu lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.


Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.


Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas

punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam kearah saya, kini mata itu mulai basah berkaca-kaca dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."


Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya

yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak- isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.


Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata

"Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-anakku! "

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar-benar bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan. Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.


Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."


Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran, saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-lambaikkan tangannya kearah kami.


Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar-benar 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!


Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada

yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.


Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper.

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."



***********

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara mencintai sesama dengan memanfaatkan sedikit harta-benda yang kita miliki, dan bukannya mencintai harta-benda yang bukan milik kita, dengan memanfaatkan sesama.

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang-orang terdekat anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya.

Kisah Inspiratif, Office Boy Yang Menjadi Vice President

Houtman Zainal Arifin dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 di Kota Kediri Jawa Timur. Pengalaman hidupnya yang amat inspiratif patut untuk disimak, yang awalnya ia hanya seorang office boy hingga bisa menduduki jabatan nomor satu sebagai seorang Vice President Citibank. Beliau juga pernah menjabat sebagai direksi di perusahaan swasta, pengawas keuangan di beberapa perusahaan swasta, komite audit BUMN, konsultan, penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah Universitas.

Houtman dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidupnya dimulai ketika lulus dari SMA, sekitar tahun 60-an, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah Kampung Bali, Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup berkecukupan dan menjadi orang sukses di Ibukota, namun apa daya di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak banyak pilihan bagi seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.

Sewaktu tinggal di tanah abang, ayahnya sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, ia tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya, Houtman menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangannya sudah rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan Houtman. Disini Houtman mulai mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.

Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan ber-AC, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.

Suatu hari, Houtman melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumahnya. Orang gila itu hampir tidak pakai baju. Dia pada saat itu cuma punya baju 3 pasang. Hebatnya, Houtman ikhlas memberi ke orang gila itu sepasang baju plus sabun dan sisir.

Tuhan memang Maha Adil, Pada hari ketiga setelah kejadian tersebut, Tiba-tiba datang surat yang menyatakan bila dia diterima menjadi OB disebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First National City Bank (Citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.

Sebagai Office Boy, Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai, Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat
bertanya dia menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja”. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan istilah bank.

Waktu jadi OB, Houtman sering melihat training. Karena jabatannya hanya OB, dia tentu tidak dianggap. Kemampuan bahasa Inggris Houtman pun cuma sekedar yes-no. Tapi Houtman berprinsip, “Saya harus berbuat. Saya harus pintar.” Setiap hari selama training itu, dia ada di depan pintu dan mencatat semuanya. Training officer-nya lama-lama jadi menyuruh Houtman masuk (tapi secara kasar). Si training officer mengumumkan pada para trainer, “Pengumuman, dia tidak terdaftar dan dia tidak akan diuji,” kata training officer. Mendengarnya, Houtman tidak terima. Dia sudah berada di ruangan yang sama berarti dia sudah menjadi salah satu peserta training dan juga harus diuji.

Houtman lalu menantang diri sendiri, “Saya harus lulus!”. Padahal saingannya adalah lulusan UI, Michigan, Ohio, ITB dan banyak universitas TOP lainnya. Sementara dia, bisa lulus SMA saja sudah untung. “Pokoknya harus lulus dan gak boleh jadi yang terakir,” tekad Houtman. Tuhan memang Maha Besar, dari 34 orang Houtman masuk 4 besar dan dia pada tahun 1978 dikirim ke Eropa.

Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun di angkat menjadi pegawai di bank Citibank tersebut, Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.

Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman melesat bak anak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.

Sekitar 19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City Bank, Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi Citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.

Pada hari Kamis tepatnya pada tanggal 20 Desember 2012 Bapak Houtman Zainal Arifin berpulang ke Rahmatullah.

Pelajaran yang dapat dipetik adalah kita tidak akan pernah kekurangan apa bila kita mau saling memberi, jika kita mau bersilaturahmi dan banyak berteman dengan siapa saja kita akan mendapatkan rezeki yang lebih banyak, dan jika kita ikhlas memberi, Allah pasti akan memberikan kita sesuatu yang lebih.

**********

Artikel di atas adalah hasil saduran dan kutipan dari berbagai tulisan baik media cetak maupun elektronik. Tulisan tersebut dimaksudkan untuk sharing motivasi, inspirasi, kisah hidup dan lain-lain.

Kisah Inspiratif, Menyembunyikan Kebaikan Seperti Halnya Menyembunyikan Keburukan

Ini adalah kisah dua sahabat yang terpisah cukup lama; Ahmad dan Zainal. Ahmad ini pintar, cerdas, tapi kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zainal adalah sahabat yang biasa saja, tapi keadaan orang tuanya mendukung karir masa depan.

Keduanya bertemu. Bertemu di tempat istimewa; koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid megah dengan arsitektur yang cantik, pemandangan pegunungan dengan kebun teh yang terhampar hijau di bawahnya. Sungguh indah mempesona.

Zainal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah, necis, perlente, tapi tetap menjaga kesholihannya. Setiap keluar kota, ia menyempatkan singgah di masjid kota yang ia singgah. Untuk memperbaharui wudhu dan sujud syukur. Syukur masih mendapat waktu yang diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah sebagai tambahan.

Ia tiba di Puncak, Bogor, mencari masjid. Sembari menepikan mobilnya, dan bergegas masuk ke masjid yang ia temukan.
Di sanalah ia temukan Ahmad. Terperangah. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keluarga tak berada, tapi pintar luar biasa.
Zainal tak sangka bila berpuluh tahun kemudian ia temukan Ahmad sebagai merbot masjid.

“Maaf, kamu Ahmad kan? Ahmad kawan Sekolah Menengah, dulu?”.
Yang disapa tak kalah mengenali. Keduanya berpelukan.
“Keren sekali kamu ya Mas… Mantap…”. Zainal terlihat masih dalam keadaan berdasi. Lengan yang digulung untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam ber-merk terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”.
Zainal menaruh iba. Ahmad dilihatnya sedang memegang kain pel, khas merbot. Celana digulung, dan peci 8 dongak hingga jidat lebar terilhat jelas.

“Mad… Ini kartu nama saya…”.
Ahmad melihat. “Manager Area…”. Wah, keren."
“Mad, selepas saya shalat, kita bincang ya? Maaf, kalau kamu berminat, di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari sekedar merbot di masjid ini. Maaf…”.
Ahmad tersenyum. Ia mengangguk. “Terima kasih ya… Nanti kita bincang.

Sambil wudhu, Zainal tak habis pikir. Mengapa Ahmad yang pintar, kemudian harus terlempar dari kehidupan normal. Ya, meskipun tak ada yang salah dengan pekerjaan sebagai merbot, tapi merbot… ah, pikirannya tidak mampu membenarkan. Zainal menyesalkan kondisi negeri ini yang tak berpihak kepada orang yang sebenarnya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin.

Air wudhu membasahi wajah… Sekali lagi Zainal melewati Ahmad yang sedang bebersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaan ini di perkantoran, maka sebutannya bukan merbot. Melainkan “Office Boy”.

Tanpa sadar, ada yang shalat di belakang Zainal. Tampaknya shalat sunnah. Ya, Zainal sudah menunaikan shalat fardhu di masjid sebelumnya.

Zainal sempat melirik. “Barangkali ini kawannya Ahmad…”.
Zainal menyelesaikan doa secara singkat, ingin segera bincang dengan Ahmad.
“Pak”, tiba-tiba anak muda yang shalat di belakangnya menegur.
“Iya Mas..?”
“Bapak kenal dengan bapak Insinyur Haji Ahmad…?”
“Insinyur Haji Ahmad…?”
“Ya, insinyur Haji Ahmad…”
“Insinyur Haji Ahmad yang mana…?”
“Itu, yang barusan bincang dengan Bapak…”
“Oh… Ahmad… Iya. Kenal. Kawan saya dulu di SMP. Sudah haji?”
“Dari dulu sudah haji Pak. Dari sebelum beliau bangun masjid ini…”.
Kalimat datar yang cukup menampar hati Zainal… sudah haji… dari sebelum bangun masjid ini…

Anak muda tersebut menambahkan, “Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah merbot asli di masjid ini. Saya karyawan beliau. Beliau yang bangun masjid ini. Di atas tanah wakaf pribadi. Beliau bangun masjid indah ini sebagai transit bagi siapapun yang hendak shalat. Bapak lihat mall megah di bawah sana? Juga hotel indah di seberangnya? … Itu semua milik beliau... Tapi beliau lebih suka menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, aneh; senang menggantikan posisi saya. Karena suara saya bagus, kadang saya diminta mengaji dan azan saja…”.
Wah, entah apa yang ada di hati dan di pikiran Zainal…

*****
Jika Zainal adalah kita, mungkin saat bertemu kawan lama yang sedang bersihkan toilet, segera beritahu posisi kita, siapa kita yang sebenarnya.

Atau jika kita adalah Ahmad, kawan lama menyangka kita merbot masjid, kita akan menyangkal, lalu menjelaskan secara detail begini dan begitu. Sehingga tahulah bahwa kita adalah pewakaf dan yang membangun masjid.

Kita bukan Haji Ahmad. Ia selamat dari rusaknya nilai amal, tenang, adem. Haji Ahmad merasa tidak perlu menjelaskan. Dan kemudian Allah yang memberitahu siapa sebenarnya. Orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya, seperti ia menyembunyikan keburukannya.

Sumber: https://www.facebook.com/KomunitasOneDayOneJuz/posts/10153732189042785

04 September 2018

YANG SUDAH BERLALU TAK USAH DISESALI

Suatu ketika, ada seorang pemuda yang mendapat warisan dari orangtuanya. Karena tergolong keluarga sederhana, ia hanya mendapat sedikit uang dan beberapa buah buku. Sebelum meninggal, ayahnya berpesan, “Anakku, buku-buku ini adalah harta yang tak terhingga nilainya. Ayah berikan kepadamu, baca dan pelajarilah. Mudah-mudahan kelak  nasibmu bisa berubah lebih baik. Dan ini sedikit uang, pakailah untuk menyambung hidup dan bekerjalah dengan rajin untuk menghidupi dirimu sendiri.”
Tak berapa lama, uang yang ditinggalkan pun habis terpakai. Sejenak ia melongok buku-buku peninggalan ayahnya. Ia teringat pesan dari orangtuanya agar belajar dari buku tersebut. Karena malas, ia mengambil jalan pintas. Buku itu dijual kepada teman yang mau membeli karena kasihan. Sebagai gantinya, ia mendapatkan beras untuk makan sehari-hari.
Beberapa saat kemudian, si pemuda harus mulai bekerja kasar demi menyambung hidup. Yang membuatnya heran, teman yang dulu membeli bukunya, kini hidupnya kelihatan nyaman dan semakin maju. Karena penasaran ingin tahu, apa yang membuat teman tadi bisa berhasil hidupnya, dia mendatangi dan bertanya.
Meski sempat tidak mau membuka rahasia, setelah didesak dan kasihan melihat nasib si pemuda, akhirnya si teman terbuka. “Sebenarnya, aku sangat terbantu dengan buku yang kamu jual padaku. Dulu aku beli buku itu karena kasihan kepadamu. Kubiarkan saja berdebu di sudut kamar. Suatu hari, iseng karena ingin tahu, kubaca dan ternyata, wahh…isinya bagus sekali! Sebuah pelajaran hidup yang luar biasa.”
“Bukan itu saja,” sambung temannya. “Di dalam buku itu terselip pesan, agar si pembaca setelah menguasai isi buku tersebut mau praktik dengan sungguh-sungguh. Sungguh, aku beruntung aku mendapat buku itu darimu. Lihat, hidupku jadi berubah. Sebenarnya, dari mana buku-bukumu itu berasal?”
Mendengar cerita temannya itu, si pemuda sangat menyesal. Harta peninggalan ayahnya ternyata jauh lebih berharga dari yang ia kira. Karena malas membaca, kini ia hanya jadi pekerja kasar yang hidup ala kadarnya.
“Buku itu sebenarnya warisan dari orangtuaku,” jawab si pemuda. “Jujur, aku malas membacanya dan tidak tahu kalau ayahku menyimpan pesan yang sangat berharga. Sungguh, aku menyesal. Teman, boleh aku pinjam kembali buku-buku itu untuk memulai hidupku yang baru? Aku ingin bisa mengubah hidupku menjadi lebih baik.”
Netter yang Luar Biasa,
Demikianlah, banyak hal yang kadang tak kita mengerti dari pilihan-pilihan yang kita jalani. Sering mengundang penyesalan, seperti si pemuda tadi. Tapi bagi yang mau belajar, setiap kegagalan, setiap kesalahan pasti punya nilai pembelajaran. Maka, ada ungkapan “hal yang sudah berlalu tak perlu disesali”. Sudah sepatutnya kata-kata bijak tadi kita jadikan pegangan hidup. Jika hari ini kita gagal, kita siap bangkit lagi!
Mari, jangan sesali yang sudah berlalu, jangan pula takut pada masa depan. Kita belajar dari banyak kesalahan dan segala ketidaknyamanan, untuk mengambil pilihan yang ada pada hari ini sebagai dasar pijakan meraih keberhasilan yang lebih membanggakan. Tetap berjuang!
Salam sukses luar biasa!

Bahagia dengan bersyukur Cobalah

Kapan terakhir kali kamu berdoa dan mengucapkan rasa syukur atas semua yang kamu miliki? Mungkin bukan hanya kamu saja, ada banyak sekali orang yang bahkan lupa akan hal ini, sebab hidup kita seringkali begitu sibuk dan mengabaikan banyak hal di dalam diri kita sendiri.

Sebagian besar orang akan selalu melihat kehidupan orang lain begitu mudah, begitu menyenangkan, begitu simpel, atau bahkan begitu beruntung. Bukan hanya orang lain saja yang kadang terlihat seperti itu, namun teman atau bahkan saudara kamu sendiripun juga bisa terlihat selalu “lebih sesuatu” daripada diri kamu sendiri. Kamu akan mulai sibuk menghitung semua yang dimilikinya, semua yang ada padanya dan tidak ada pada dirimu, atau bahkan semua hal yang terlihat begitu mudah untuk selalu dilaluinya. Lalu, apakah sebenarnya kamu sendiri tidak punya pekerjaan lain, selain hanya melihat dan menilai segala sesuatu yang dimiliki oleh orang lain?



Tidak ada yang salah ketika kamu melihat dan menyaksikan kelebihan dan juga keberuntungan orang lain, apalagi jika ternyata kamu bisa lebih bersemangat dan terpacu untuk menjadi lebih baik lagi dari saat ini setelah menyaksikan itu semua. Namun pada kenyataannya, hal seperti ini justru seringkali membuat kamu membandingkan dan menghitung semua kekurangan yang kamu miliki, tentunya ada banyak rutukan yang akan muncul di dalam hatimu, seperti: aku tidak secantik dia, aku tidak sepintar dia, aku tidak seberuntung dia, dan masih banyak keluhan yang lainnya.


Bukannya membenahi diri atas semua hal itu, kamu justru hanya terpaku dan menbayangkan jika kamu menjadi dia, atau menjadi seseorang yang “lebih” dari kamu saat ini. Kamu akan menghabiskan banyak waktu untuk melakukan hal yang tidak perlu ini, hingga rasa benci dan kesal kerap hingga di hatimu. Bukan hanya itu saja, biasanya hal ini akan dibarengi dengan rasa kecewa yang berlebihan kepada diri sendiri, sehingga kamu mulai menyalahkan diri sendiri dan menganggap dirimu tidak cukup baik dan sebanding dengan orang lain. Pemikiran seperti ini jelas salah, dan harus segera dihentikan!

Cobalah untuk menghargai dan menghormati dirimu sendiri, sebab kamu lebih daripada layak untuk hal seperti itu. Kamu juga bisa dan mampu untuk mengupayakan hidup serta berbagai hal lainnya yang kamu inginkan, jadi mulailah berusaha untuk segera berbenah. Pahamilah satu hal yang penting, bahwa kamu adalah pribadi terbaik dan memiliki kepribadian yang baik dan bisa mengantarkan kamu kepada langkah-langkah keberhasilanmu nanti.

Mulai saat ini, syukurilah apa yang telah kamu miliki, baik itu nikmat sehat atau bahkan berbagai hal lainnya yang selama ini tidak pernah kamu anggap sebagai sebuah berkat. Dengan begitu kamu akan merasa bebas dan tidak hidup di bawah bayang-bayang milik orang lain, sebab kamu juga memiliki banyak hal berharga lainnya yang tak kalah penting untuk selalu disyukuri olehmu. Nikmati saja apa yang kamu miliki saat ini, sehingga kamu bisa menjalani hidup dengan lebih bahagia dari sebelumnya. Jangan mengecilkan dirimu dengan cara melihat orang lain, sebab hal seperti ini akan selalu membuatmu surut dan terbebani.


Kamu pantas dan layak untuk selalu bahagia setiap saat, sebab jika bukan kamu, maka siapa lagi yang akan mengupayakan kebahagiaan itu untukmu?

Kisah inspiratif ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini. Karena dengan bersyukur akan membuat kita lebih bahagia.

25 August 2018

Saat Bob Sadino dikira tukang sampah dikantornya

Suatu pagi, terlihat seorang wanita berpenampilan menarik berusia 40an membawa anaknya memasuki area perkantoran sebuah perusahaan terkenal.

Karena pagi itu masih sangat sepi, mereka pun duduk-duduk di taman samping gedung untuk sarapan sambil menikmati taman yang hijau nan asri.

Sesekali si wanita membuang sembarangan tisu yang bekas dipakainya.

Tidak jauh dari situ, ada seorang kakek tua berpakaian sederhana dengan mengenakan celana pendek sedang memegang gunting untuk memotong ranting. Si kakek menghampiri dan memungut sampah tisu yang dibuang si wanita itu, lalu membuangnya ke tempat sampah.

Beberapa waktu kemudian, kembali wanita itu membuang sampah lagi tanpa rasa sungkan sedikit pun. Kakek tua itu pun dengan sabar memungut kembali dan membuangnya ke tempat sampah.

Sambil menunjuk ke arah sang kakek, si wanita itu lantas berkata kepada anaknya,”Nak, kamu lihat kan, jika tidak sekolah dengan benar, nanti masa depan kamu cuma seperti kakek itu, kerjanya mungutin dan buang sampah! Kotor, kasar, dan rendah seperti dia, jelas ya?”

Si kakek meletakkan gunting dan menyapa ke wanita itu, “Permisi, ini taman pribadi, bagaimana Anda bisa masuk kesini ?” Wanita itu dengan sombong menjawab, “Aku adalah calon manager yang dipanggil oleh perusahaan ini.”

Pada waktu yang bersamaan, seorang pria dengan sangat sopan dan hormat menghampiri si kakek sambil berkata, ”Pak Presdir, hanya mau mengingatkan saja, rapat sebentar lagi akan segera dimulai.”

Sang kakek mengangguk, lalu sambil mengarahkan matanya ke wanita itu dia berkata tegas, “Manager, tolong untuk wanita ini, saya usulkan tidak cocok untuk mengisi posisi apa pun di perusahaan ini.”

Sambil melirik ke arah si wanita, si manager menjawab cepat, “Baik Pak Presdir, kami segera atur sesuai perintah Bapak.”

Setelah itu, sambil berjongkok, sang kakek mengulurkan tangan membelai kepala si anak, “Nak, di dunia ini, yang penting adalah belajar untuk menghormati orang lain, siapa pun dia, entah direktur atau tukang sampah".

Si wanita tertunduk malu, tanpa berani memandang si kakek. Kakek itu adalah Bob Sadino, yang kedudukannya adalah Presiden Direktur di perusahaan tersebut.

*****
Bob Sadino dikenal sebagai pengusaha sukses yang berpenampilan sangat sederhana dan mempunyai ciri khas selalu mengenakan kemeja lengan pendek dan celana pendek, bahkan ketika bertemu dengan presiden maupun pejabat negara sekalipun. Beliau lahir pada tanggal 9 Maret 1933, dan telah meninggal dunia karena sakit pada 19 Januari 2015.

Gayanya yang nyentrik dengan pola pikir unik dan cenderung keluar dari pakem teori maupun buku teks ekonomi menjadikan Bob Sadino sebagai entreprenuer sejati, yang memberikan inspirasi hebat bagi para generasi penerus bangsa yang ingin menjadi pengusaha sukses.


Pelajaran yang dapat diambil dari cerita diatas

Hargailah setiap orang yang anda temui, walaupun penampilan mereka biasa-biasa saja. Penampilan seseorang belum tentu (bahkan seringkali) menggambarkan kedudukan sosialnya.

31 July 2018

Tentang IBU

Ibu... kata yang singkat tapi mengandung makna luas yang apabila diuraikan akan tersaji kisah yang sangat panjang tentang pengorbanan, penderitaan, kasih sayang, kelembutan, kebijaksanaan dan masih banyak lagi sifat-sifat baik yang tak mungkin untuk di bahasakan di tulisan ini...

Seseorang yang diamanahkan oleh Allah tugas untuk mengurus kita dari titik Nol hingga ke derajat yang dimana kita mampu untuk berdiri sendiri...

Titik yang diawali dengan kegembiraan tentang berita kehadiran seorang bayi yang harus dihiasi dengan  penderitaan selama 9 bulan....
Sensitif terhadap bau, makanan yang harus di seleksi yang di ikuti oleh muntahan yang keluar dari perutmu, sehingga makanan yang masuk bukannya mengenyangkan tapi malah menguras semua isi perutnya sehingga wajahnya tampak pucat pasi,letih,terpuruk,pasrah  serta turunnya berat badan yang terkadang ..ia tak nampak lagi seperti manusia tapi seperti tengkorak berjalan dengan beban berat di perutnya selama 9 bulan..itulah ibu !

Meregang nyawa antara hidup dan mati, antara rasa sakit dan bahagia menanti kehadiran bayinya....
Padahal bayi itulah yang membuatnya menderita selama 9 bulan..Tapi Allah masukkan rasa kasih sayang kedalam hatinya..Allah hilangkan semua kesusahannya selama ini..hanya dengan menatap dan mengendong bayinya..itulah ibu !

Tak ada dendam dalam hatinya kepada bayi yang menyusahkannya selama 9 bulan... Tapi terlahirnya sang bayi seakan berkata selamat datang penderitaan sesi kedua untukmu wahai ibu...!
Akan ada lagi masa 13 tahun untukmu wahai ibu...masa di mana kau harus berjuang sampai titik kesabaranmu...bahkan terkadang melampaui batas limit kesabaranmu...untuk anakmu.

Ingatlah wajah ibumu...bayangkan bagaimana penderitaannya untukmu, kesusahannya untukmu, kearifannya untukmu dan kesabarannya untukmu... sampai kau berdiri dihadapannya dengan angkuh...tanpa menghiraukan raut wajahnya yang mulai keriput..

Tak ada belaian untukmu wahai ibu.. tak ada belaian seperti engkau membelai aku waktu bayi dulu..
Tak ada kecupan kasih sayang untukmu wahai ibu..tak ada kecupan seperti engkau mengecup kening kami anakmu..
Tak ada kasih sayang untukmu wahai ibu..tak ada kasih sayang seperti kasih sayangmu kepadaku...
Tak ada doa untukmu wahai ibu..tak ada doa seperti doa-doamu kepada kami dahulu...
Tak ada waktu untukmu wahai ibu..tak ada waktu seperti waktu yang kau berikan kepada kami..
Engkau telah terlupakan wahai ibu...!

Yang ada hanya perempuan tua yang terkadang menjadi pembantu di rumah anakmu sendiri..
bahkan tak jarang kau pun di bentak, disalahkan bahkan disepelekan...oleh kami anakmu sendiri...

Tapi kau tetap mendoakan kami walau dengan hati yang hancur  berkeping-keping disertai tetesan air matamu...
Tapi tatkala engkau mendengar kami sakit..engkaulah yang pertama datang kepada kami..dengan senyumanmu..
Tapi tak ada sedikitpun dendam dalam hatimu..wahai ibu!
itulah ibu....

Semoga kami bisa bersimpuh dihadapanmu wahai ibu..bersimpuh  dengan penuh penghormatan kepadamu..
Semoga kami bisa menyenangkanmu wahai ibu...walaupun itu tak mampu membalas kasih sayangmu..
Semoga kami bisa membuatmu tersenyum wahai ibu.. senyum kebahagian di raut wajahmu yang telah menua...

Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari).

Mengenai kisah Uwais Al Qorni yang sampai-sampai sahabat Nabi sekelas Umar bin Khathab radhiallahu’anhu dan yang lainnya dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam untuk menemui Uwais. Hal ini disebabkan begitu hebatnya baktinya kepada ibunya. Nabi bersabda:“sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian” (HR. Muslim)

"Dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “Sungguh Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).

Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung, Ø¥ِÙ†ِّÙŠ Ù„َÙ‡َا بَعِÙŠْرُÙ‡َا الْÙ…ُـذِÙ„َّÙ„ُ – Ø¥ِÙ†ْ Ø£ُØ°ْعِرْتُ رِÙƒَابُÙ‡َا Ù„َÙ…ْ Ø£ُØ°ْعَرُ 
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”

“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud, Baihaqi, Al Hakim). 

“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat” (HR. Ibnu Majah, shahih dengan syawahid-nya).

“Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Aku pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas menjawab: apakah ibumu masih hidup? Lelaki tadi menjawab: Tidak, sudah meninggal. Lalu Ibnu Abbas mengatakan: kalau begitu bertaubatlah kepada Allah dan dekatkanlah diri kepadaNya sedekat-dekatnya. Lalu lelaki itu pergi. Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: kenapa anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak? Ibnu Abbas menjawab: aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain birrul walidain” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya shahih). 

Wallahu A'lam.

Mintahlah Kepada PemilikNya

Pengajian telah berlangsung beberapa lama waktunya..petuah-petuah dan nasehat agama telah keluar dari lisan Tuan Guru.
Semua santri mendengarkan dengan seksama apa yang di ucapkan oleh Tuan Guru..sehingga suasana menjadi hening.

Dalam keheningan tiba-tiba terdengar suara "Assalamu alaikum"
semua santri memalingkan wajahnya kearah suara dan menjawab"Alaikum salam" membuat suasana pengajian agak sedikit terganggu oleh suara itu.

Rupanya si Hasan lagi-lagi terlambat datang ke pengajian Tuan Guru...maka duduklah si Hasan di deretan shaf terbelakang.
Sejenak Tuan Guru menghentikan pengajiannya lalu berpaling kepada si Hasan sambil berkata" Ya, Hasan kuperhatikan engkau hampir selalu terlambat datang ke pengajianku?"
"Apa sebenarnya yang terjadi sehingga membuatmu sering terlambat?" Tanya Tuan Guru kepada Si Hasan.

Mendapat teguran dari Tuan Guru si Hasan sedikit gugup sambil berkata "Maaf, Tuan Guru sebenarnya saya cepat berangkat dari rumah tapi ada kendala dalam perjalanan menuju tempat ini".
"Apa kendalanya ya, Hasan" tanya Tuan Guru balik.
"Begini ya,Tuan Guru kalau saya hendak kemari maka saya harus melintasi sebuah kebun yang didalamnya terdapat beberapa ekor Anjing penjaga kebun" kata Hasan.
"Maka setiap saya melintas anjing-anjing itu terus menyalak dan menganggu saya sehingga saya terlambat datang ke pengajian ini" lanjut si Hasan.

Tuan Guru terdiam sejenak sambil mengangguk-anggukkan kepalanya seraya berkata "lalu apa yang kau lakukan untuk mengatasi anjing-anjing itu".
"Maka saya mengambil batu dan melempari anjing-anjing itu" jawab Hasan kepada Tuan Guru.
"Terus kalau anjingnya datang lagi, apa yang kau lakukan ya, Hasan?" tanya Tuan Guru lagi sambil tersenyum.
Hasan kembali menjawab "aku akan mencari batu lagi untuk melemparinya".
"Kalau anjingnya datang lagi, bagaimana?" tanya Tuan Guru dengan tenang.
"Kulempar lagi...sampai anjing itu tak datang-datang lagi" jawab Hasan lagi.
Kemudian Tuan Guru menarik nafasnya dengan perlahan sambil berkata "Terus esoknya bagaimana ya, Hasan?".
"Kembali seperti itu ya,Tuan Guru" jawabnya lagi.

Mendengar hal itu Tuan Guru tersenyum sambil berkata "ya, Hasan apa yang kau lakukan itu bukanlah tindakan yang bijaksana".
"Andai saja kau menemui pemilik anjing-anjing itu dan menceritakan keadaanmu serta memintanya untuk mengikat anjingnya-anjingnya tentulah permasalahaanmu akan terselesaikan" nasehat Tuan Guru kepada Hasan. 
"Dan kau tak perlu repot-repot untuk berhadapan terus-menerus dengan anjing-anjing itu tiap hari, karena pemiliknya telah mengikat anjing-anjingnya" lanjut nasehat Tuan Guru kepada Hasan

"Bukankah demikian, wahai hasan!" seru Tuan Guru kepada Hasan.
Mendengar nasehat itu Hasan mangut-mangut bertanda bahwa dia paham telah ada solusi untuk permasalahaannya.

"Disinilah kesalahpahaman yang sering terjadi dewasa ini di tengah-tengah umat islam, kita terlalu sibuk dengan permasalahan-permasalahan hidup kita tapi lupa kepada yang mendatangkan permasalahan dan yang bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah yaitu Allah Subhanah Wa Ta'ala" tegas Tuan Guru sambil menghadapkan wajahnya kepada peserta pengajian.

Lalu Tuan Guru berkata "kita terlalu sibuk menyombongkan diri seakan-akan kita mampu menyelesaikan tiap masalah sendirian tanpa butuh kepada Allah, akhirnya kita sendiri yang menjadi repot".
"Bukannya masalah selesai malah masalah terus saja bertambah dan bertambah, masalah kantor, masalah rumah tangga, masalah ekonomi dan masalah-masalah lainnya" lanjut Tuan Guru.
"Malah parahnya sekarang ada masalah mengadu ke facebook, mengadu ke Whats App, Mengadu ke Twitter tapi tak pernah sekalipun mengangkat tangannya mengadu kepada Allah Tuhan Yang Maha Adil..lalu bagaimana masalahmu bisa selesai?" lanjut Tuan Guru sambil menatap para peserta pengajian yang terdiam seribu bahasa mendengar penjelasan Tuan Guru yang bijak.

Ayolah angkat tanganmu, adukan masalahmu kepada Allah Yang Maha Mendengar Keluhan hamba-hambanya....
Janganlah Sombong kepada-Nya....

Berceritalah kepada Allah tentang kesempitan hidupmu....
Curahkanlah keluh kesahmu kepada-Nya....
Laporkanlah semua masalah-masalahmu...
Keluarkanlah air matamu untuk-Nya...
Merengeklah kepada-Nya seperti anak kecil yang meminta di belikan mainan olah orang tuanya...

Bukankah Allah Pemilik Semua Jagat Raya Beserta Isinya?

Hingga sedikit demi sedikit Dialah Allah yang menjadi tempatmu bergantung dan mengharap....
Hingga akhirnya Dia Allah menjadi Andalanmu di kehidupan dunia ini dan akhirat kelak....

Wallahu A'lam

Disadur dari Cerita para Ulama.